Selasa, 11 September 2012

Resensi Novel Ranah 3 Warna

Ringkasan Cerita Novel Yang Berjudul Ranah 3 Warna

Alif yang merupakan lulusan dari Pondok Pesantren Madani Ponorogo,memiliki impian untuk belajar hingga ke negeri Paman Sam. Dengan semangat yabg membara dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namunkawan karibnya, Randai meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, adasatu hal penting yang tidak dia miliki, yaitu ijazah SMA! Karena terinspirasisemangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat tersebut. Barusaja dia bisa tersenyum, badai masalah menggempurnya silih berganti tanpaampun. Alif pun hampir menyerah, tapi dia teringat oleh mantra dari PM ´manshabara zhafiraµ. Siapa yang bersabar akan beruntung.Pengumuman UMPTN pun tiba, Alif diterima di HI-UNPAD, walaupun tidaksesuai dengan pilihannya yaitu ITB, tetapi Alif tetap menerimanya.

Resensi Novel Batas : Antara Keinginan Dan Kenyataan

 Ringkasan Cerita Novel Yang Berjudul Batas Antara Keinginan Dan Kenyataan
JALESWARI, dengan ambisi dan kepercayaan diri yang penuh, mengajukan diri untuk mengambil tanggung-jawab memperbaiki kinerja program CSR bidang pendidikan yang terputus tanpa kejelasan. Dia menyanggupi masuk ke daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan dan menjanjikan dalam dua minggu ketidak-jelasan itu dapat diatasi

Ternyata suatu kehendak belum tentu sejalan dengan kenyataan. Daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan memiliki pola kehidupannya sendiri. Mereka memiliki titik-pandang yang berbeda dalam memaknai arti garis perbatasan. Konflik bathin terjadi ketika dia terperangkap pada masalah kemanusiaan yang jauh lebih menarik dan menyentuh perasaan dibanding data perusahaan yang sangat teoritis dan terasa kering karena pada hakekatnya masalah rasa sangat relatif dan memiliki kebenaran yang berbeda.

Minggu, 09 September 2012

Resensi Novel Laskar Pelangi


  • Ringkasan Cerita Novel Laskar Pelangi

SD Muhammadiyah tampak begitu rapuh dan menyedihkan dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah). Mereka tersudut dalam ironi yang sangat besar karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.

Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.